Titip Salam Kebaikan: Dari Pinggir Desa, Cahaya Itu Tumbuh
Awal dari Sebuah Kegelisahan
Malam itu angin berhembus pelan di desa kecil di Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhanbatu. Di bawah langit sederhana dan cahaya lampu warung kopi yang temaram, beberapa anak muda duduk melingkar. Mereka bukan siapa-siapa—bukan pemuka agama, bukan pejabat, bukan pula aktivis ternama. Mereka hanya pemuda desa biasa. Namun malam itu, ada yang berbeda. Obrolan mereka tak lagi hanya tentang pekerjaan, percintaan, atau permainan ponsel. Ada kegelisahan yang mulai disuarakan: “Kita bisa apa untuk orang-orang di sekitar kita yang hidupnya tak seberuntung kita?”
Pertanyaan itu menjadi titik awal. Sebuah kalimat sederhana, namun mengandung energi yang luar biasa. Dari malam yang sunyi itu, lahir gagasan yang akan tumbuh menjadi gerakan: Titip Salam Kebaikan. Bukan organisasi formal yang lahir dari ruang seminar atau lembaga donatur, melainkan dari percakapan tulus di meja tongkrongan desa. Pada tanggal 18 April 2021, gagasan itu disepakati menjadi aksi nyata.
Menanam dengan Tangan Kosong
Kami memulai tanpa modal besar. Tak ada rekening organisasi, tak ada alat profesional, hanya ada hati yang ingin berbuat sesuatu. Kami tahu, kami bukan siapa-siapa. Tapi kami percaya, setiap manusia punya kuasa untuk memberi manfaat. Maka kami pun melangkah—pelan, tapi penuh harap.
Program pertama kami lahir di bulan Ramadhan 1442 H. Dengan mengusung tajuk Gerakan Peduli Yatim, kami membuka donasi untuk anak-anak yatim dan dhuafa di Panai Hulu. Kami mengetuk pintu-pintu hati orang-orang baik: teman, saudara, tetangga. Kami sebarkan pamflet seadanya, memaksimalkan media sosial, dan yang terpenting, kami meyakinkan masyarakat bahwa kami sungguh-sungguh.
Tanpa disangka, dalam waktu singkat terkumpul dana sebesar Rp18.600.000. Uang itu bukan sekadar angka. Ia adalah kepercayaan. Dan dengan penuh rasa syukur, kami menyalurkannya kepada 100 anak yatim dan dhuafa, satu per satu kami datangi. Kami lihat mata mereka—mata yang mungkin tak terbiasa mendapat perhatian—berkaca, penuh haru. Hari itu kami sadar: kebaikan sekecil apa pun, bisa mengubah hidup seseorang.
Berbagi Takjil: Sebuah Pelukan untuk Siapa Saja
Di waktu yang sama, kami juga memulai program #BerbagiTakjil. Kami menyiapkan 300 paket takjil dengan sederhana. Lalu turun ke jalan, menyapa siapa pun yang kami temui. Di tangan-tangan yang menerima takjil itu, kami tidak hanya menyampaikan makanan, tapi juga pesan: bahwa mereka tidak sendirian, bahwa masih ada orang yang peduli.
Tiap senyuman yang kami lihat menjadi bensin semangat untuk terus melangkah. Kami sadar, yang kami bagikan bukanlah kemewahan. Tapi di dunia yang sering kali keras dan individualistis, bahkan perhatian sederhana pun bisa terasa seperti pelukan.
Membuka Lebih Banyak Pintu Kebaikan
Setahun berlalu. Titip Salam Kebaikan terus tumbuh, pelan tapi konsisten. Ramadhan 2022, kami beranikan diri membuka program yang lebih besar: THR untuk Yatim dan Lansia. Kali ini bukan 100, tapi 200 penerima manfaat kami targetkan. Bukan hanya anak-anak, tapi juga orang tua yang hidup sendirian, dalam sunyi dan sering dilupakan.
Dengan penuh keyakinan, kami kembali membuka donasi. Dukungan pun mengalir: dari warga desa, dari perantauan, bahkan dari orang-orang yang belum pernah kami temui. Dalam 30 hari, terkumpul Rp36.320.000. Jumlah yang luar biasa untuk kami yang bermula dari meja tongkrongan.
Kami kemas donasi itu dalam bentuk amplop dan parcel lebaran. Kami susun nama penerima, cetak kupon, dan menyebarkannya langsung ke rumah-rumah. Kami ingin bantuan ini bukan hanya diterima, tapi dirasakan. Karena harga diri setiap manusia adalah hal yang suci. Maka kami tidak asal memberi, kami hadir dengan penuh hormat.
Dampak yang Tak Terlihat Tapi Terasa
Apa yang kami lakukan perlahan menggerakkan lingkungan. Warga yang dulunya skeptis mulai menyumbang. Ibu-ibu rumah tangga mulai memasak untuk kegiatan kami. Anak-anak muda yang biasanya pasif mulai ikut turun ke lapangan. Bahkan beberapa desa lain terinspirasi dan membuat kegiatan serupa.
Bagi kami, inilah dampak sejati dari kebaikan—bukan soal viral atau pengakuan, tapi tentang tumbuhnya kesadaran kolektif. Bahwa manusia hidup untuk saling bantu. Bahwa perbedaan status dan usia tak menghalangi kita untuk duduk bersama dalam barisan kebaikan.
Membentuk Generasi yang Peduli
Salah satu hal yang paling membahagiakan adalah melihat adik-adik dan anak-anak muda mulai terlibat. Mereka tidak hanya menjadi penerima cerita, tapi menjadi pelaku. Mereka belajar menghitung donasi, membungkus paket, memikirkan strategi, bahkan mulai mengajak teman-temannya sendiri. Kebaikan itu menular, dan itu yang kami saksikan sendiri di desa kami.
Generasi muda hari ini adalah pemimpin esok. Jika hari ini mereka mengenal makna memberi dan peduli, maka masa depan akan dipimpin oleh orang-orang berhati lembut namun kuat. Dan jika Titip Salam Kebaikan bisa menjadi bagian kecil dari perjalanan itu, maka kami sudah cukup bersyukur.
Transparansi sebagai Pilar Kepercayaan
Kami sadar bahwa kepercayaan adalah hal paling mahal dalam gerakan sosial. Maka kami berusaha menjaga itu dengan sebaik-baiknya. Setiap rupiah yang masuk kami catat, kami laporkan. Setiap program kami dokumentasikan. Bukan untuk pamer, tapi untuk menjaga amanah. Karena setiap donasi adalah titipan. Dan setiap titipan harus dikembalikan dalam bentuk yang layak.
Di era di mana banyak orang ragu berdonasi karena trauma penipuan atau manipulasi, kami ingin Titip Salam Kebaikan menjadi ruang yang bersih, jujur, dan terbuka. Dan kami percaya, ketulusan yang dijaga dengan baik akan selalu menemukan jalannya.
Dari Desa untuk Dunia
Cerita kami mungkin terdengar kecil. Tapi bagi kami, ia adalah bukti bahwa perubahan besar bisa lahir dari ruang terkecil. Bahwa tidak perlu gedung megah, tidak perlu nama besar, cukup dengan hati yang mau bergerak. Dari desa kecil ini, kami ingin mengirim pesan ke dunia: bahwa masih ada harapan, masih ada cinta, masih ada orang-orang yang ingin berbagi.
Kami tak tahu sejauh mana gerakan ini akan melangkah. Tapi kami percaya bahwa langkah kecil yang konsisten jauh lebih berarti daripada rencana besar yang tak pernah dimulai.
Ajakan Terbuka: Jadilah Bagian dari Kebaikan
Kami menulis kisah ini bukan untuk tepuk tangan, tapi untuk mengajakmu. Kamu yang membaca ini. Jangan tunggu kaya untuk berbagi. Jangan tunggu terkenal untuk peduli. Jangan tunggu waktu luang untuk bergerak. Kebaikan tidak pernah menunggu. Ia hadir saat niat tulus bertemu dengan tindakan.
Mari bersama-sama menyalakan cahaya. Mari titipkan salam kebaikanmu—kepada tetanggamu, kepada temanmu, kepada siapa saja yang membutuhkan. Karena kebaikan itu akan kembali, dalam bentuk yang sering kali tak kita sangka.
Penutup: Kami Bukan Siapa-Siapa, Tapi Kami Mau Jadi Seseorang bagi Orang Lain
Titip Salam Kebaikan adalah kisah tentang keberanian untuk peduli. Tentang bagaimana sekelompok anak muda di pinggiran Sumatera Utara memilih untuk tidak diam. Kami bukan siapa-siapa. Tapi kami ingin menjadi seseorang bagi orang lain. Dan semoga, kisah ini bisa menyentuh hatimu untuk ikut serta.
Mari kita terus hidupkan semangat berbagi. Dunia ini sedang butuh lebih banyak cinta. Dan barangkali, cinta itu sedang menunggu untuk lahir dari tanganmu.
📸 Ikuti perjalanan kami dan dokumentasi kegiatan di Instagram: @titipsalamkebaikan
📬 Ingin berdonasi atau menjadi relawan? Hubungi kami melalui DM atau email resmi kami.
📍 Gerakan ini didirikan dan aktif di Kecamatan Panai Hulu, Labuhanbatu, Sumatera Utara.
#titipsalamkebaikan #GerakanKebaikan #BerbagiItuIndah #LabuhanbatuPeduli #DariDesaUntukIndonesia